Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua
menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker serviks. Jadi, jangan
lagi memandang ancaman penyakit ini dengan sebelah mata. Berikut 13 hal
yang wajib Anda ketahui tentang kanker serviks.
1. Apa itu kanker serviks?
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang
terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di
bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim,
apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke
organ-organ lain di seluruh tubuh.
2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks
menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang
menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun
terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira
sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO,
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang
tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker
serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi
hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.
3. Apa penyebab kanker serviks?
Kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus
ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya
tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang
menyebabkan kanker serviks dan paling fatal akibatnya adalah virus HPV
tipe 16 dan 18. Namun, selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel
abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau
pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.
4. Bagaimana penularan kanker serviks?
Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang
dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat
terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ
genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya,
penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu
berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular
melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit.
5. Apa saja gejala kanker serviks?
Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mudah
diamati. Itu sebabnya, Anda yang sudah aktif secara seksual amat
dianjurkan untuk melakukan tes pap smear setiap dua tahun sekali. Gejala
fisik serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita
kanker stadium lanjut. Yaitu, munculnya rasa sakit dan perdarahan saat
berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan dan
tidak normal, perdarahan di luar siklus menstruasi, serta penurunan
berat badan drastis. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka
pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih,
serta pembesaran ginjal.
6. Berapa lama masa pertumbuhan kanker serviks?
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan)
penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil
mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk
mengatasinya. Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal
yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini
memakan waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi
pra-kanker hingga positif menjadi kanker serviks.
7. Benarkah perokok berisiko terjangkit kanker serviks?
Ada banyak penelitian yang menyatakan hubungan antara kebiasaan merokok
dengan meningkatnya risiko seseorang terjangkit penyakit kanker serviks.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di Karolinska Institute
di Swedia dan dipublikasikan di British Journal of Cancer pada tahun
2001. Menurut Joakam Dillner, M.D., peneliti yang memimpin riset
tersebut, zat nikotin serta “racun” lain yang masuk ke dalam darah
melalui asap rokok mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi
cervical neoplasia atau tumbuhnya sel-sel abnormal pada rahim. “Cervical
neoplasia adalah kondisi awal berkembangnya kanker serviks di dalam
tubuh seseorang,” ujarnya.
8. Selain itu, siapa lagi yang berisiko terinfeksi kanker serviks?
Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia
antara 35-50 tahun, terutama Anda yang telah aktif secara seksual
sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa
meningkatkan risiko terserang kanker leher rahim sebesar 2 kali
dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20
tahun. Kanker leher rahim juga berkaitan dengan jumlah partner seksual.
Semakin banyak partner seksual yang Anda miliki, maka kian meningkat
pula risiko terjadinya kanker leher rahim. Sama seperti jumlah partner
seksual, jumlah kehamilan yang pernah dialami juga meningkatkan risiko
terjadinya kanker leher rahim.
Anda yang terinfeksi virus HIV dan yang dinyatakan memiliki hasil uji
pap smear abnormal, serta para penderita gizi buruk, juga berisiko
terinfeksi virus HPV. Pada Anda yang melakukan diet ketat, rendahnya
konsumsi vitamin A, C, dan E setiap hari bisa menyebabkan berkurangnya
tingkat kekebalan pada tubuh, sehingga Anda mudah terinfeksi.
9. Bagaimana cara mendeteksi kanker serviks?
Pap smear adalah metode pemeriksaan standar untuk mendeteksi kanker
leher rahim. Namun, pap smear bukanlah satu-satunya cara yang bisa
dilakukan untuk mendeteksi penyakit ini. Ada pula jenis pemeriksaan
dengan menggunakan asam asetat (cuka) yang relatif lebih mudah dan lebih
murah dilakukan. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada
teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang
dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
10. Bisakah kanker serviks dicegah?
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit
kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan satu-satunya
jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya
pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara tidak
berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti, rajin melakukan
pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual,
memelihara kesehatan tubuh, dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum
pernah melakukan kontak secara seksual.
11. Haruskah mengambil vaksinasi HPV untuk kanker serviks?
Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV
tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja
dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum
memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker
serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman
HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.
Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila
diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif
secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu
tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun
hingga 75%. Ada kabar gembira, mulai tahun ini harga vaksin yang semula
Rp 1.300.000,- sekali suntik menjadi Rp 700.000,- sekali suntik.
12. Apakah vaksinasi kanker serviks ini memiliki efek samping?
Vaksin ini telah diujikan pada ribuan perempuan di seluruh dunia.
Hasilnya tidak menunjukkan adanya efek samping yang berbahaya. Efek
samping yang paling sering dikeluhkan adalah demam dan kemerahan, nyeri,
dan bengkak di tempat suntikan. Efek samping yang sering ditemui
lainnya adalah berdarah dan gatal di tempat suntikan. Vaksin ini sendiri
tidak dianjurkan untuk perempuan hamil. Namun, ibu menyusui boleh
menerima vaksin ini.
13. Kalau sudah terinfeksi kanker serviks, bisakah disembuhkan?
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks
biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium
3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai
stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti
kandung kemih, ginjal, dan lainnya. Karenanya, operasi pengangkatan
rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala.
Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan terapi tambahan,
seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat
menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar